Memang iya di kantor ini aku paling dekat dengan dia. Aku yang
selalu ada saat dia butuh teman. Aku yang rajin menanyakan kabarnya. Aku yang
tidak pernah tidak antusias mendengar semua cerita tentangkehidupannya.
Aku mungkin yang paling mengerti bahasanya. Cuma aku yang bisa nyambung sama dia. Cuma sama aku dia bisa cerita semua masa lalunya, membongkar semua sisi kelamnya, bersenandung tentang mimpi-mimpinya, tentang hidup futuristiknya, dengan imajinasi liarnya. Aku pikir aku bermanfaat untuk dia. Aku pikir aku paling
mengerti dia. Aku pikir hanya aku yang dia cari, yang dia mau, yang dia
inginkan untuk jadi pendampingnya di saat hatinya sepi. Ya, hanya aku.
Sampai aku tersadar, dia begitu mudah tertawa karena celetuk
seseorang lain. Bahwa seingatku dia tidak pernah tertawa serenyah itu ketika
bersamaku. Benar, aku tidak bisa mambuatnya tertawa lepas. Setidaknya, saat
bersamaku, hanya senyuman yang dia suguhkan. Aku. Gagal.
No comments:
Post a Comment