Thursday, May 31, 2012

Orang Pintar Tidak Merokok



Siapa yang ga setuju dengan judul postingan kali ini? Hmmm...
Tulisan kali ini terinspirasi saat saya berangkat kerja mendapati beberapa ibu-ibu asik berkumpul. Bukan membahas mau masak apa hari ini, melainkan sedang asik mengepulkan asap rokok. Jleb! Mau jadi apa lingkungan saya kalau para ibu tingkah polahnya sudah seperi itu. Sejujurnya dari sudut pandang saya tidak terlalu masalah sih, Hanya menyatangkan saja ternyata budaya merokok di kalangan kaum perempuan sudah sebegitu maraknya. Tidak ada lagi jaim atau malu dan takut jadi omongan tetangga. Lha wong sekarang sambil gosip ya merokok.

Bagaimana pikiran anak mereka ya melihat ibunya begitu? Malu, kasihan, atau malah jadi ikutan? Orang tua seperti ini tidak selayaknya melarang anaknya merokok kalau begitu.

Saya sendiri tidak hidup di kalangan perokok. Di rumah, bapak bukan perokok. Apalagi ibu. Dulu mbah kakung merokok sih, namun sejak penyakit makin parah dan semakin tambah tua, mbah kakung berhenti. Itu di rumah. Kalau di kampus ya banyak teman-teman perokok. Saya ga terlalu ambil pusing berteman dengan perokok asal mereka tahu adat dan sopan santun di mana dan bagaimana harus merokok. Malah ada teman saya, berjilbab, doyan ngelepus juga. Hehehehe. Semua itu kembali ke diri masing-masing sih. Cuma ga habis pikir aja, apa dengan merokok segitunya bisa menenangkan diri kita? kenapa ga curhat sama Tuhan saja? Kenapa malah merokok? Bukankah rokok lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya? Kenapa pengemis ga punya uang untuk beli makan tapi selalu sempat menyisihkan uang untuk beli rokok? Di mana logika itu?

Banyak menguras tanda tanya kalau kita membahas soal rokok. Meski saya tidak tahu rasanya bagaimana, rasanya ga bijak saja kalau rokok dibilang bagian dari gaya hidup. Well, sekali lagi, kembali ke pemikiran masing-masing aih.

Sebenernya, tanpa rokok, hidup kita pasti bisa jauh lebih baik dan sehat. Gak percaya? Kurangi rokok dan belajar berhenti merokok dari sekarang!

Best regards,
SR

Tuesday, May 22, 2012

Me and The World of School

Pertama kali saya bisa membaca itu saat saya berumur 4 tahun. Kebiasaan bapak yang suka membaca Koran setiap pulang kerja akhirnya menular ke saya. Mulanya saya hanya membaca halaman Koran yang bergambar dan berwarna. Lama-lama, rupanya bapak menyadari bahwa anaknya yang imut dan lucu ini harus dialihkan bacaannya. Maka, dibelikannya lah saya seminggu sekali majalah anak-anak yang sampai saat ini masih popular, Majalah Bobo. Ibu dan bapak semakin bangga anak perepmpuannya ternyata bisa cepat belajar. Hohoho!

Memasuki kelas 1, saya terlambat mmemulai untuk sekolah. Di saat teman-teman lain sudah duduk di kelas 2, saya masih duduk di kelas satu. Bukan karena saya tinggal kelas atau apa, namun karena saya memang terlambat memulai sekolah lantaran persyaratan umur belum memenuhi (tahun ajaran baru dimulai di pertengahan tahun sedangkan saya ulang tahun di akhir tahun).

Masa-masa SD adalah masa-masa jaya buat saya. Entah kenapa teman saya banyak, padahal dulu saya sebegitu egoisnya. Tapi kepandaian saya pada waktu itu memang terkenal seantero sekolah. Setiap ada perlombaan antar sekolah, saya selalu ikut dan Alhamdulillah juara. Dari lomba-lomba itu, saya jadi punya banyak teman dari sekolah lain karena seringnya kita bertemu dalam pertandingan  akademis. Piala, piagam, tropi, saya sudah sumbangkan puluhan jumlahnya. Bukan sombong, banyak teman laki-laki saya yang suka sama saya. Bahkan saking sukanya, setiap malam ada lho satu orang yang sok-sokan belajar bareng ke rumah saya. Padahal cowok ini termasuk pintar lho. Kalau dia rangking 1, saya rangking 2, begtu sebaliknya. Seumur saya sekolah dasar, baru 4  kali saya dapat peringkat 2. Enek deh dideketin sama cowok yang selama ini udah kita anggap sebagai teman dan sahabat sendiri. Waktu saya jadi ketua kelas, dia wakilnya. Begitu sebaliknya. Aduh, pokoknya kita itu sudah terlalu sering bersama. Makanya, waktu dia menyatakan erasaan nya ke saya, saya malah marah sama dia. Saking marahnya saya sampai ogah masuk sekolah dan ketemu dia. Yahm begitulah masa-masa SD saya. Terdengar cemerlang bukan? Hehehehe.(songong, minta dibakar)

Memasuki SMP, saya sekolah di SMP unggulan nomor 3 se-Jakarta pada tahun 2005. Makin bangga lah orang tua saya. Saya senang bisa masuk sekolah bagus meskipun agak sedikit mahal. Karena pada waktu itu pikiran saya, meskipun saya bukan orang kaya namun hak saya untuk mengecap pendidikan di sekolah bagus juga sama. Di SMP unggulan ini, tidak jauh beda dengan prestasi saya di SD. Masih doyan juara kelas bahkan sampai mendapat beasiswa. Namun memasuki kelas 2, kelas 3, prestasi mulai menurun. Saya kehilangan passion untuk menjadi juara kelas. Di saat teman-teman saya ikut les ini itu, saya tidak punya cukup biaya untuk bisa ikut les juga seperti mereka. Akhirnya, saya harus puas dengan mendapat peringkat 10 besar saat kelas 3. Pikir saya, that’s no big deal. Peringkat bukan ukuran seseorang sukses atau tidak di masa depannya. Saat kelas 3, saya akhirnya les. Ah, les itu bukan passion saya. Rasanya membosankan. Dulu, waktu jaman SD pun saya pernah les bahasa inggris di suatu lembaga pendidikan ternama, nyatanya saya malah cepat bosan dan memilih untuk menonton doraemon saja di lobby tempat les saya itu ketimbang masuk kelas. Muahaha! Maapkan aku bapak dan ibu...

Lanjut…

Dunia SMA saya bisa dikatakan merupakan titik balik dunia akademis saya. Sekolah di SMA yang banyak artisnya dan lebih banyak ekskulnya dibandingkan mata pelajarannya. Sekolah orang kaya dengan fasilitas selevel dengan sekolah swasta, malah lebih bagus. Fiuh, entah ada uang dari mana orang tua saya yang pas-pasan punya uang untuk menyekolahkan saya di sekolah model begini.  Pun saya sekolah tanpa beasiswa lho. Saya ingat sekali dalam suatu pidato, kepala sekolah saya bilang “kalau ga mampu sekolah di sini ya jangan sekolah di sini, cari saja sekolah lain” Kepala sekolah gila. Sekolah ini kan sekolah negeri di mana seharusnya seklah negeri itu… ah, sudahlah. Sepertinya jaman sekarang ini sekolah negeri atau swasta sama saja, sama-sama mahal. Ambil posotifnya saja lha. Gak perlu minder walaupun saya ke sekolah ga naik mobil pribadi. Bukan saya ga punya apa yang selama ini mereka pamerkan tu, saya hanya merasa ga perlu mengumbar-umbar kekayaan orang tua. Eh itu kekayaan orang tua lo, lhooo jadi ga usah bangga deh!

Tapi asiknya sekolah di sini sih tentu saja pergaulannya! Yang hancur ya hancur banget akademisnya, yang pinter ya pinter banget! Saya lebih doyan main sama anak-anak rohis lho. Soalnya cuma kaum ini yang ga neko-neko pergaulannya. Saya sejauh sekolah di sini ranking di kelas satu selalu 3 besar. Memasuki kelas 2, saya masuk jurusan IPA, peringkat menurun menjadi 5 besar. Tapi makin ke sini saya sebenernya makin  ga peduli sama nilai dan peringkat. Berhubung saat itu saya jadi ketua ekskul marching band yang lumayan menyita waktu dan tenaga sampai sulit meluangkan waktu untuk belajar, saya dan ibu membuat kesepakatan saya tetap boleh aktif ekskul asalkan nilai sekolah ga jeblok.

Meskipun begitu, saya sekolah ada bandel-bandelnya juga kok. Saya kelas 3 sudah berani tidur di kelas saat jam pelajaran berlangsung, kabur ke kantin saat pelajaran membosankan, pakai kaos kaki hanya semata kaki, yah menurut saya itu sih kenakalan saya yang paling nakal pada waktu itu. Kalau urusan PR, saya ga pernah ga ngerjain, meskipun ujung-ujungnya nyontek sama anak kelas sebelah. Muahaha!

Kehidupan di SMA ga begitu saya ingat lha wong dulu jaman sekolah itu saya lebih hobi main musik di marching band ketimbang sekolah. Tapi seumur-umur saya sekolah belum pernah sekalipun saya telat masuk sekolah lho... Saya itu pantang bolos, pantang telat, tapi kalau bel pulang sekolah berbunyi, saya ga lantas langsung pulang. Paling yah mampir main dulu ke mana. Hahaha!

Mendekati UAN, banyak teman saya yang membeli kunci jawaban dengan membayar uang puluhan juta. Yah, saya sih orang ga punya tentu ga ikutan patungan macam begitu. Cukup belajar saja sebaik mungkin. Malah pernah diancam sama teman : "eh lo kalo ga ikutan jawaban UAN, lo jangan nanya-nanya jawaban sama kita-kita ya!"
Hihi... dalam hati saya sih cuma bisa bilang "iyah, I'll do my best"

And you know what??? Pas hari H UAN, temen saya yang ngancem begitu malah nanya jawaban sama saya! Jiyaaah pengen ketawa ga sih?

Segitu dulu deh share tentang saya dan dunia sekolah saya. Soal dunia kampus saya, next post akan saya publish kalau ada mood. Hehehehe!

C\iao!

My Eyes Oh... My eyes

Mata saya sepet! Bawaannya mau merem terus… Ngantuk terus…

Entah karena layar computer kantor yang keadaannya mengenaskan atau karena memang minus mata saya yang bertambah. *sigh

Akibat kurang makan buah dan sayur juga sih sepertinya. Ehm, kalau kurang tidur itu termasuk faktor juga bukan sih? Atau saya harus ganti kacamata?

Wednesday, May 9, 2012

Makhluk Tuhan Paling Ketus

Kok ada ya orang seketus itu?

Jadi gini, di kantor saya itu ada bagian EDP. Entah apa kepanjangannya, yang jelas bagia itu kebagian mengurusi soal print laporan, print gambar, dkk. Saya paling males berurusan sama orang-orang bagian ini karena mereka rata-rata bossy. Oke, pengalaman kerja di kantor ini memang lebih lama mereka. Mereka sudah berpuluh-puluh tahun sedangkan saya baru sekitar 7 bulan. Tapi kayaknya tidak harus selalu ketus deh kalau saya meminta tolong untuk print gambar atau hal lainnya. Lagi pula saya juga nggak asal perintah macam nyonya besar kok. Saya sangat sadar posisi saya di kantor masih sangat newbie, meskipun jabatan saya di atas EDP ini. Maka saya sebisa mungkin dengan nada halus dan sopan kalau meminta tolong.

Tapi memang dasarnya orang ketus kali ya, selalu jawaban ketus yang saya terima. Misalnya, siang ini. Saya menghampiri dia yang sedang bekerja di depan komputernya.

Saya : Pak, kata Pak Aris, nanti file proyek ABC diprint final ya, Pak

Dia : *Cuma diam sambil masih (sok) sibuk

Saya : Proyek ABC  ya, Pak

Dia  : Apa sih?! Proyek apa?! Ngomong tuh yang jelas! *dalam hati saya >>> anj***! Dari tadi gw ngomong lu ke mana aja! Anj***

Saya : Itu lho pak yang proyek ABC nanti minta tolong diprint, disuruh Pak Aris (sambil senyum berusaha mentralkan suasana

Dia : Ya sabar kali! Ngantri! Gw juga lagi banyak kerjaan tauk! Entar lah itu! Sabar dong!!!

Saya : Yak an saya Cuma bilangin aja Pak, biar Bapak tau (masih cengar-cengir)

Tanpa denger ocehannya yang lebih panjang lagi saya langsung melengos keluar ruangan EDP. Sejujurnya, saya sakit hati. Sakiiit sekali. Apa salah saya sampai harus diketusin begitu??? Kurang sopan apa saya pak???

*sigh

Benar-benar emosi sampai keluar kata-kata kotor meski hanya dalam hati. Nggak habis pikir kenapa mereka begitu. Padahal umurnya masih bisa dibilang muda lho. 35 tahun mungkin. Tapi kok… ih.

Speechless!

Yang jelas saya sakit hati! Sakit! Harus ekstra sabar! Lain kali suruh sekretaris aja deh ngmong ke jin tomang itu!

Tuesday, May 8, 2012

Sepenggal Tulisan Untuk Barisan Sakit Hati

Nggak pernah habis pikir ya, ternyata yang namanya kesetiaan itu nggak bisa bertahan lama. Kalau sudah begini, cuma komitmen dan tanggung jawab aja yang bisa membuat kita bertahan.

Sering saya baca di beranda akun Twitter saya, banyak update-an yang menyindir. Entah, mungkin hanya itu yang bisa mereka lakukan. Saya menyebut mereka sebagai Barisan Sakit Hati. Ya, orang-orang yang tidak cukup kuat untuk menerima segala masalah dalam organisasi ini. Orang-orang yang nggak pernah nggak ngeluh saat keadaan buruk menimpanya. Orang-orang yang yang cuma bisa menuntut di saat kewajibannya sendiri bahkan belum dilakukan. Maka, jangan salahkan alam kalau akhirnya melakukan seleksinya dan kalian terpilih untuk gugur kerena sikap kalian sendiri sebetulnya (seandainya saja kalian sadar, sayangnya, kalian selalu melihat kesalahan dari orang lain)

Organisasi yang dulunya (saya pikir) solid, ternyata selama ini dipenuhi sebagian kecil orang-orang berotak sampah. Well, kita semua tahu bukan cuma kalian yang menderita. Saya juga lho. Apalagi saya yang secara langsung selama bertahun-tahun ini menyaksikan semua kebobrokan terjadi di depan mata saya tanpa bisa berbuat apa-apa (bukan karena saya nggak mau, melainkan karena saya itu memang bukan sikap saya seharusnya, ada yang lebih berwenang melakukan hal itu)

Kecewa? Pasti. Ah, tapi apalah guna berteman dengan orang-orang seperti kalian? Kalau saya marah dan sakit hati, wajar saja. SAYA YANG SELAMA INI MENJALANKAN RODA KEHIDUPAN DI ORGANISASI INI!!! Lha, kalian? Njenguk basecamp sebulan sekali atau bahkan tanya kabar pun nggak pernah ya kok berani nuntut macem-macem! Who do you think you are?!

Cuma jadi panitia kecil dan baru bantu-bantu sedikit aja lagaknya udah kayak senior kelas atas. Sombongnya itu loh! Nggak ada kalian nggak mati sih kita.

P.S : *Kalau kalian, Barisan Sakit Hati, baca post ini dan nggak suka, boleh deh kita tentukan tempat mau ribut di mana. Thank's