Thursday, June 14, 2012

Jingga Di Ujung Senja



Sudah aku putuskan aku akan mengatakan isi hatiku kepadanya esok hari. Kepada perempuan yang bayangan senyumnya selalu menari-nari di pikiranku, dan ah ya, aku bisa melihat lesung pipitnya dengan jelas walau senyumnya kadang tidak sepenuh hati.

Gadis itu bernama Diayu. Walaupun is pendatang baru di kota ini, tapi seluruh pemuda di desaku mengenalnya. Tentu saja, ia manis, berlengsung pipit kecil, rambut panjang sebahu dengan warna yang tidak terlalu hitam. Yang aku tahu, dia juga mahasiswa lulusan fakultas kedokteran di salah satu universitas ternama di Jakarta. Meski begitu, ia tidak pernah sedikitpun angkuh dan sok. Itu sebabnya pemuda-pemuda di desaku begitu banyak yang mengaguminya. Pun diriku. 

Dan, di sini lah aku sekarang berada. Duduk termangu di atas perahu berukuran sedang yang mengambang di atas Sungai Musi, sambil berpikir mencari rangkaian kata yang akan aku sampaikan padanya esok hari, dengan sesekali menoleh ke Jembatan Ampera yang ada di hadapanku ini berharap aku mendapat ide dengan melihatnya. Seto, sahabatku, menyarankan agar aku membuatkan sebuah puisi saja untuk menyampaikan perasaanku kepada Diayu. Dan setelah sekitar dua jam aku di sini, puisi itu akhirnya jadi. Jujur, aku tidak terlalu pandai berpuisi. Ini kali pertama aku membuat puisi untuk Si Cantik Diayu.


Jingga Di Ujung Senja


Katakan aku mungkin hanya sejumput rumput
Berusaha tumbuh untuk bisa menggapai bunga
Katakan aku mungkin hanya seekor siput
Berusaha mengejar hati milik Nona
Katakan aku mungkin hanya sekelebat kabut
Berusaha jernih seperti angin, namun tak bisa

Maka, aku harap bunga bisa merendah sedikit untuk menyambut pucukku
Maka, aku harap Nona memperlambat langkah untuk menungguku
Maka, aku harap tetap puji aku dalam kurang dan lebihku

Karena kamu bukan merah, karena kamu bukan kuning
Karena kamu adalah jingga, karena kamu berbeda
Yang walaupun hanya sesaat, dan aku selalu menantikannya


Aku tersenyum memandang tulisanku. Puisi pertama yang aku buat sepenuh hati. Ah, peduli setan dengan kata-katanya bagus atau tidak. Seto bilang aku harus menggunakan biksi yang baik atau apa itu aku lupa namanya, supaya puisiku kelak akan lebih puitis. Ah, Seto, kamu kan tahu ini puisi pertamaku dan aku tidak pandai menulis. Jadi aku harap kamu memaklumi hasil karyaku ini. Hehehehe.

Jingga di senja itu menggiring hitam memasuki malam. Lalu aku pulang dengan hati riang.

*** 

Di rumah,

Malam ini aku tidak bisa tidur. Aku baru selesai memasukkan selembar puisi itu ke dalam amplop merah jambu seperti yang aku sering lihat di drama televisi sehari-hari. Ah, aku tidak sabar menunggu hari esok. Jantungku berdegup 2 kali lebih cepat dari biasanya.
***

Keesokan harinya…

Aku kembali menyepi lagi. Masih di atas perahu dengan situasi Jembatan Ampera si hadapanku. Kali ini aku akan membuat puisi lagi. Atas dasar kemauanku, bukan karena saran Seto.


Hitam (Menggamit Jingga) Di Ujung Senja


Aku tidak akan bertanya kenapa senja begitu gelap hari ini
Seperti aku yang tidak akan bertanya apa itu cinta

Yang aku tahu tentang kelam, ia begitu muram
Yang aku tahu tentang mendung, ia begitu murung

Lalu, kenapa aku tidak bisa tahu tentang engkau, Sahabat?
Apa karena kau bukan kelam dan tidak muram?

Aku izinkan kamu bersanding dengan jingga di senja
Biar kini hatiku yang menghitam


Satu lagi puisi aneh yang aku buat. Genap sudah 2 puisi dan sungguh aku tidak minat membuat puisi lagi. Seharusnya dari awal aku tahu puisi Seto jauh lebih baik dari puisiku. Aku kalah.

6 comments:

Anonymous said...

hah... jadi ceritanya gimana nih?

selebvi said...

jadi si seto itu ternyata ngincer si cewek juga mbak, nah puisinya seto lebih bagus daripada puisinya si tokoh utama ini hehe jadinya yang dapetin diayu ya si seto :-)

Anonymous said...

puisinya kurang tu the point kali..coba pake taktik gombal gembel :D
Ibu kamu pelatih senam yah?
Kenapa emg?
Karena kamu telah menyenamkan hatiku..eaaaa..

:ngacir:

selebvi said...

@ceritayanglain

haha itu kan nembaknya ya tetep pakai kata-kata gan gak cuma pakai puisi aja :D

Razqa Milza Danendra said...

ngegantung :(

selebvi said...

ah pooh dan aja yang gak paham hahaha